Senin, 15 Juni 2015

Toleransi Atau Sekedar Tau Diri

Akhir-akhir ini ramai status maupun komentar dimedia sosial baik yang mendukung dan mengecam pernyataan wakil presiden Jusuf Kalla dan menteri agama Lukman Hakim Syaifuddin mengenai toleransi.

Pak JK menghimbau agar tidak lagi menggunakan rekaman ngaji di masjid-masjid apalagi bila rekaman tersebut disetel pada pagi buta sebelum sholat subuh dengan suara speaker maksimum dan bersahut-sahutan antara masjid dan musholla terdekat. Menurut pak JK ini bukan bukan hanya menimbulkan polusi suara tapi tidak menghasilkan pahala kecuali buat mereka yang berhasil menciptakan alat rekam tersebut.

Sama halnya dengan menag, dirinya menghimbau agar pada bulan ramadhan tidak memaksa warung makan tutup disiang hari. Alasan menag, mereka yang tidak berpuasa juga harus dihormati sehingga tidak kesulitan untuk mencari tempat untuk makan siang selama bulan ramadhan.

Tentu saja ini menjadi bahan pergunjingan yang ramai baik dimedia sosial maupun warung kopi baik yang pro maupun kontra.

Mereka yang kontra menyebut pak JK dan menag telah menyakiti umat islam dengan berbagai alasan, salah satunya memberi contoh masyarakat bali ketika melakukan nyepi umat islam turut serta tidak melakukan aktifitas apapun ketika berlangsung hari besar agama hindu.

Mungkin sebaliknya kita kembali mengingat kisah seorang yahudi yang mengadukan nasibnya kepada khalifah umar bin khattab karena rumah miliknya dirobohkan oleh gubernur amr bin ash, untuk mendirikan masjid. Rumah Alloh yang nantinya digunakan untuk ibadah umat Islam tersebut kemudian langsung diperintahkan gubernur untuk dirobohkan kembali demi menghormati hak seorang tua renta keturunan Yahudi.

Kisah yang lebih mengharukan lagi ialah begitu tolerannya seorang Rasulullah yang jelas-jelas ketika itu merupakan seorang pemimpin umat islam sekaligus pemimpin negara, kepada seorang nenek yang tiap rasul lewat rumahnya  selalu mencaci bahkan meludahi beliau. Apa yang kemudian beliau lakukan ketika suatu hari tidak ditemuinya nenek tersebut, ternyata rasul kemudian mengunjunginya karena tahu si nenek sedang sakit.

Sudah saatnya sebagai mayoritas kita beranjak dari toleransi yang sangat biasa menuju toleransi  luar biasa seperti dicontohkan oleh rasul dan para sahabat. Toleransi yang bukan hanya sekedar saling tahu diri karena sedang melakukan suatu prosesi, melainkan toleransi yang menghormati hak orang lain sekecil apapun.

Hak mereka yang tidak ingin terganggu tidurnya setelah lelah bekerja seharian dan hak mereka yang ingin menikmati makan siang dengan nyaman diwarung-warung makan, meski sedang berlangsung ibadah puasa ramadhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar