Akhir-akhir ini ramai status maupun komentar dimedia
sosial baik yang mendukung dan mengecam pernyataan wakil presiden Jusuf Kalla
dan menteri agama Lukman Hakim Syaifuddin mengenai toleransi.
Pak JK menghimbau agar tidak lagi menggunakan
rekaman ngaji di masjid-masjid apalagi bila rekaman tersebut disetel pada pagi
buta sebelum sholat subuh dengan suara speaker maksimum dan bersahut-sahutan
antara masjid dan musholla terdekat. Menurut pak JK ini bukan bukan hanya
menimbulkan polusi suara tapi tidak menghasilkan pahala kecuali buat mereka
yang berhasil menciptakan alat rekam tersebut.
Sama halnya dengan menag, dirinya menghimbau
agar pada bulan ramadhan tidak memaksa warung makan tutup disiang hari. Alasan
menag, mereka yang tidak berpuasa juga harus dihormati sehingga tidak kesulitan
untuk mencari tempat untuk makan siang selama bulan ramadhan.
Tentu saja ini menjadi bahan pergunjingan yang
ramai baik dimedia sosial maupun warung kopi baik yang pro maupun kontra.
Mereka yang kontra menyebut pak JK dan menag
telah menyakiti umat islam dengan berbagai alasan, salah satunya memberi contoh
masyarakat bali ketika melakukan nyepi umat islam turut serta tidak melakukan
aktifitas apapun ketika berlangsung hari besar agama hindu.
Mungkin sebaliknya kita kembali mengingat kisah
seorang yahudi yang mengadukan nasibnya kepada khalifah umar bin khattab karena
rumah miliknya dirobohkan oleh gubernur amr bin ash, untuk mendirikan masjid. Rumah
Alloh yang nantinya digunakan untuk ibadah umat Islam tersebut kemudian
langsung diperintahkan gubernur untuk dirobohkan kembali demi menghormati hak
seorang tua renta keturunan Yahudi.
Kisah yang lebih mengharukan lagi ialah begitu
tolerannya seorang Rasulullah yang jelas-jelas ketika itu merupakan seorang
pemimpin umat islam sekaligus pemimpin negara, kepada seorang nenek yang tiap
rasul lewat rumahnya selalu mencaci bahkan
meludahi beliau. Apa yang kemudian beliau lakukan ketika suatu hari tidak
ditemuinya nenek tersebut, ternyata rasul kemudian mengunjunginya karena tahu
si nenek sedang sakit.
Sudah saatnya sebagai mayoritas kita beranjak
dari toleransi yang sangat biasa menuju toleransi luar biasa seperti dicontohkan oleh rasul dan
para sahabat. Toleransi yang bukan hanya sekedar saling tahu diri karena sedang
melakukan suatu prosesi, melainkan toleransi yang menghormati hak orang lain
sekecil apapun.
Hak mereka yang tidak ingin terganggu tidurnya
setelah lelah bekerja seharian dan hak mereka yang ingin menikmati makan siang dengan
nyaman diwarung-warung makan, meski sedang berlangsung ibadah puasa ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar